Saturday, October 20, 2007

Roadshow Lebaran


Mungkin Lebaran di Indonesia adalah rangkaian ritual-tradisi yang aplikasinya kontradiksi namun menimbulkan semacam candu. Buat saya, konteks Lebaran sudah bukan sekadar "merayakan hari kemenangan setelah sebulan berpuasa menahan nafsu dll", namun telah menjadi suatu annual episode tersendiri dalam hidup manusia, yang repetisinya berulang, di dalamnya tercampur aduk segala macam emosi dan tindakan beserta motifnya, serta seolah menjadi suatu reuni ataupun ajang penyatuan kembali suatu garis keturunan sebuah klan, lengkap dengan segala tetek bengeknya.

Sebagai generasi yang (beruntung) lahir di akhir dekade 90-an, mungkin saya adalah satu dari sekian banyak remaja (bah! bentar lagi juga tante umur 20-an) yang terombang-ambing dengan (utamanya) makna kumpul-berkumpul dengan seantero keluarga besar. Salah satu dilema perempuan lajang di usia yang (katakanlah) sudah pantas memiliki pasangan atau bahkan menikah, momen lebaran bisa menjadi bak kawah candradimuka yang lebih dahsyat ketimbang menghadapi dosen galak di kampus. Betapa (terutama) untuk kaum wanita yang berstatus sebagai istri atau anak yang terikat pada keluarga, momen lebaran bisa dipandang sebagai salah satu momen krusial dalam membuktikan kadar kewanitaan anda, yang bisa berarti adalah rangkaian hari-hari kerja keras dalam mengemban tugas sebagai 'power house'nya sebuah rumah tangga.

Katakanlah. bagi keluarga yang sibuk (termasuk para gadis anak kos dan sederet profesi wanita mobile lainnya), ketiadaan pembantu dan ritual mudik bisa jadi sangat melelahkan.
Dimulai dari ritual pembantu mudik, OK ? Buat saya, pembantu itu bak malaikat penyelamat dalam hidup. Kalau diibaratkan teknologi, mereka adalah "real friendly technology" yang membuat hidup jadi lebih mudah. Ya iyalaah, siapa yang gak berbahagia terbebas dari tugas masak-cuci piring dst sehingga kita bisa mengaplikasikan waktu untuk berbuat hal lain demi mendapatkan predikat wanita modern masa kini yang gaul dan sophisticated ? Merekalah (baca : pembantu) katalisatornya. Dan ketika mereka tidak ada, bisa jadi ekuilibrium dalam rumah tangga jadi kacau. Dan ini bisa menyebabkan perpecahan dalam keluarga lho...
Contoh konkrit dalam keluarga saya : ketika si Bibi mudik lebaran, maka akan dimulailah rapat besar tahunan keluarga saya untuk menjaga ekulibrium rumah tangga tetap terjaga. Pembagian tugas dimulai. Dan kesepakatan terhadap rencana anggaran uang belanja pun dibuat. Ini penting, mengingat adanya kecenderungan untuk lebih kendor dalam acara belanja urusan perut, karena muncul timbunan keinginan untuk makan yang praktis namun memuaskan selera a.k.a beli makanan di luar daripada masak sendiri. Selanjutnya, masalah pembagian kerja urusan maintenance rumah yang mengacu pada segala macam pekerjaan yg bisa membuat badan langsing itu, yaa...masak, cuci piring, cuci baju, cuci mobil, nyapu-ngepel, dst hingga pekerjaan yg paling malas dilakukan oleh seluruh anggota keluarga saya...MENYETRIKA. Kemudian, masih ada kesepakatan tentang jam biologis bersama selama masa Lebaran yang harus diterapkan dan dipatuhi oleh seluruh keluarga.

Contoh sebagai berikut :

Bangun pagi maksimal jam 5. Setelah itu, semua pasukan bergerak (kerja-kerja !!!).
Tidak boleh tidur siang sebelum jam 1 siang atau sebelum acara cuci piring sehabis makan siang selesai.
Jika tidur siang, maksimal jam 4 sore harus sudah bangun. Kemudian seluruh pasukan bergerak.
Makan malam maksimal jam 7 malam. (supaya gak keburu males cuci piring karena sudah malem)
Jangan boros pakaian dan pandai-pandailah mempadupadankan busana Anda (untuk mengirit cucian).
Pergi tidur maksimal jam 12 malam supaya besoknya nggak bangun kesiangan.
Jangan coba-coba melarikan diri dari tanggung jawab kerja di rumah dengan cara apapun, dan juga sebisa mungkin jangan melakukan hal-hal yang berpotensi menambah kerjaan di rumah.
Stay cool, babe !!! Jangan mudah emosi, lakukan dengan ikhlas.
Nggak boleh SAKIT !!!

See ? Betapa krusialnya peran pembantu di rumah saya.

Selanjutnya urusan dapur. Ternyata memasak adalah kegiatan spektakuler yang menguras raga dan rasa. Dan bagaimanapun, seorang wanita sejati (memang) sebaiknya bisa memasak. Berkaca dari kenyataan bahwa para wanita di keluarga saya (baca : saya dan mamah. dua adik kecil anggaplah sebagai kecebong, dan si kakak sebaiknya dijauhkan saja dari dapur) adalah kombinasi antara kemauan macam-macam, hasrat tinggi untuk eksperimen dan pamer hasil pada akhirnya, namun dibekali skill memasak yang terbatas dan (seringnya) mau yang praktis cemplung-cemplung namun hasilnya berseni tinggi, maka kegiatan memasak ini bisa jadi ajang perang. Percaya atau tidak, masakan andalan keluarga saya untuk hidangan ngumpul keluarga besar di hari pertama lebaran bukanlah opor ayam atau masakan khas lebaran lainnya, melainkan SUP MISO dengan isi warna warni (wortel, kentang, baso, sosis, miso, jamur, kembang tahu, bunga sedap malam, kacang kapri). Itu mah tinggal kupas, potong-potong, cemplung-cemplung, ditambah penyedap rasa dan doa, jadi deh. Hal sama juga berlaku untuk sanak saudara yang lain (keluarga dari pihak papi). Jadi, jangan harap menemukan ketupat+opor ayam di daftar menu Lebaran hari pertama keluarga saya.

Daftar Menu Halal Bihalal Keluarga Besar R. Kusuma Wardhana (biasanya)
Sup Miso ala Me&My Mama
Nasi Kuning Komplit ala Tante Yani
Lontong ala Yuk Inah
Martabak ala Tante Endah
Rawon / Soto Daging ala Tante Erna
Es Blewah / Es Degan / Es Sirup
Air Putih
Tiramisu hasil kiriman/parcel dari relasi mami-papi saya
Berliter-liter soft drink segala macam (Fanta, Sprite, Coca Cola, dan AW rasa Root Beer) yg dibeli oleh kalangan laki-laki (baca : papi dan para om)


Baru tahun ini opor ayam dan ketupat muncul di hari lebaran. Hebatnyaa....Oh, trimakasih Yuk Bibi-ku yang telah berbaik hati membuat opor ayam sebelum dikau pulang mudik ke kampung. Dan trimakasih pula pada Tante Yani yang telah berusaha membuat ketupat walaupun si ketupat jadinya super gendut karena takaran berasnya kebanyakan...We love you all...Piss...

Itu urusan makanan yah. Urusan acara ngumpul-ngumpulnya lebih heboh lagi. Lebaran di keluarga kami ibarat rangkaian mobilitas yang bisa lebih spektakuler dari tur Jawa-Bali. Betapa tidak, kami para wanita dituntut harus kuat stamina dan mental untuk memasak tanpa henti, para lelaki siap sedia menjadi sopir 24 jam (dan memutar otak untuk request makanan yang aneh-aneh), dan para kecebong alias anak-anak harus bisa menjadi lucu setiap saat supaya suasana tetap ramai dan tidak garing !!! Sang Eyang putri selaku pemegang tampuk tertinggi dalam keluarga, kata-katanya ibarat titah yang tak boleh dibantah. Beliau bisa saja memerintahkan dan mengubah jadwal acara ngumpul2, kapan saja, dimana saja. All we have to do is...behave well. Bisa saja breakfast di rumah eyang, berlanjut dengan lunch di rumah saya dan dinner di rumah tante-siapapun itu. Dan saya bersama para sepupu sebaya mengemban tugas tetap yg sungguh mulia : seksi POTONG-POTONG dan CUCI PIRING. Dan bagi para ibu, itu berarti misi besar : bagaimana menyediakan makanan yang enak dan cukup untuk seluruh keluarga besar, menjaga agar persediaan makanan di kulkas selalu penuh, dan (UTAMANYA) menyiasati anggaran belanja secara smart ? Oh ibu...sungguh berat tugas yang engkau emban...

Berikut adalah jadwal saya selama Lebaran tahun 2007

Sabtu (13 Okt 2007) : halal bihalal keluarga Jember
Minggu : Halal bihalal keluarga Jember
Senin : Halal bihalal keluarga Jember
Selasa : jalan ma Andre (pagi), halal bihalal keluarga Jember (malam)
Rabu : Hunting oleh2 bareng mamah (pagi), halal bihalal keluarga Jember (malam)
Kamis : Roadshow halal bihalal ke Surabaya
Jumat : Kabur ke Bandung

Sementara roadshow halal bihalal keluarga saya masih berlanjut ke Bojonegoro sampai Minggu, 21 Okt 2007.
LUAR BIASA.

Dan efek samping dari rangkaian ritual lebaran dan tetek bengeknya itu adalah...TUGAS TAKADA YG SELESAI, lelah, malas, menggendut hingga 53 kg. Bagooossss. Cepat pikirkan alasan untuk menghadapi asistensi Bu DOnce, Pa Kumis, juga Mr. Good.

Demikianlah Lebaran saya tahun ini. Bagaimana lebaran kamu ?






No comments: