Thursday, May 03, 2007

Khayalan Melanglang Buana


Ini cerita tentang makhluk khayalan saya yang terbaru. Belum punya nama, saya baru menyebutnya sebagai "lelaki dengan secangkir kopi tengah hari". Visualisasinya bisa dilihat pada posting gambar sebelum ini. Mengapa dia muncul? Mungkin dia adalah perwujudan tempat bersandar yang ideal, reinkarnasi "mesmerizing Mr.B", atau mungkin sekadar cukilan memori yang keluar akibat saya kebanyakan mantengin model-model cowok tipikal gay men di Fashion TV.

Lelaki dengan secangkir kopi tengah hari orangnya tinggi, berbodi atletis six pack-well treatment ala esmud yang rajin nge-gym, rambutnya coklat muda, memakai topi baret merah marun, usia sekitar 25 -30 tahunan, selalu membawa cangkir kopi berisi cappucino hangat yang mengepul, dan memakai jeans belel hijau pekat dan jas panjang kulit yang sudah pudar. Bagian fisik yang paling membius sekaligus impresif adalah...matanya berwrna abu-abu muda. Tampangnya ramah, tapi tatapannya dingin. Dan yang pasti, dia hanya muncul pada saat hari cerah.

Tempat dia muncul juga tidak tetap. Kadang bisa terlihat seolah ada di depan mata, tetapi saya lebih sering melihatnya berada di dunia khayalan dalam kepala. Tidak jelas dunia itu di Indonesia ato dimana, tetapi settingnya seperti kota tua Italia. Banyak bangunan kuno klasik, jalan-jalan berhias keramik terakota, cafe musim panas di pinggir jalan, jembatan yang membelah sungai tengah kota, dan dia selalu di tempat yang sama...di ujung jalan di bawah lampu tua dekat persimpangan.

Saya belum pernah berbincang bersama lelaki dengan secangkir kopi tengah hari. Tetapi kami selalu saling melempar senyum ketika berpapasan. Tidak lama, memang. Hanya semenit dua menit. Tetapi itu membekas dalam hati. Oh ya, tak lupa cara ia memberi hormat dengan menyentuh topi baretnya sambil tersenyum sopan. When he did it, saya bisa merasakan bahwa ia adalah the real gentleman.

Kebanyakan saya melihatnya ketika sedang berjalan menuju ke tempat favorit saya dalam dunia khayal. Sebuah kafe kecil yang hangat di depan galeri kecil, dekat sebuah jembatan yang pemandangannya indah. Berada di tengah kota, memang. Tetapi bangunannya tidak terlalu stand-out, dan yang jelas, kafe itu nyaman, hangat, private, dan saya bisa duduk berjam-jam disana dengan tenang. Memesan cappuccino latte dengan rum raisin tiramisu atau zuppa soup (kalau cuaca sedang agak dingin), duduk di pojok dekat jendela yang menghadap ke jalan, lalu sambil membaca atau mengamati lalu-lalang di luar sana. Pemiliknya seorang kakek berwajah ramah. Dan senyum ramahnya menjadi salah satu inspirasi dalam hidup saya.

Ingin rasanya berbincang dengan si lelaki. Mungkin lain waktu, jika ada kesempatan. Sementara ini, saya masih mengira-ngira, kenapa ia hanya ada ketika hari sedang cerah, tetapi tidak waktu sedang hujan atau langit mendung. Sampai saat ini saya beranggapan bahwa "lelaki dengan secangkir kopi" muncul ketika cerah, karena orang-orang ingin matahari hadir lebih lama lagi. Sebab kalau hari hujan, bagaimana ia bisa meminum secangkir kopinya dengan tenang ? Betul tidak ?

Sekian cerita tentangnya. Mengkhayal memang enak. Membuat hati damai. Hitung-hitung merangsang kreativitas sebagai sumber bahan bakar anak senirupa. Jika ada perkembangan terbaru, (mungkin) saya akan lanjutkan ceritanya.

Lelaki dengan secangkir kopi tengah hari
Jika dia adalah the real gentleman, bukankah itu menyenangkan ?

No comments: